fe education yang dicetuskan pada awal 1972 telah disuarakan oleh Edgar Faure Ketua the Intemasional comission for Education Development yang mensosialisasikan kesadaran akan pembangunan manusia dan menekankan bahwa pendidikan adalah tugas penting bagi Negara, untuk mensejahtrakan daerah dan masyarakat. Sumber daya yang bermutu merupakan prasarat terbentukknya peradaban yang baik. Sebaliknya sumber daya manusia yang buruk pasti akan melahirkan masyarakat yang buruk pula.
Berkaca pada pendidikan dasar di papua saat ini, faktanya sangat jauh seperti yang kita harap-harapkan, bahkan mutu pendidikan yang tertinggal jauh dengan pendidikan diluar dari papua seperti kenyataan di pulau jawa. Apalagi dengan adanya krisis tahun 1999 yang berdampak terhadap pendidikan di papua, bahkan pada umumnya indonesia, 3 juta murid pendidikan dasar di Indonesia putus sekolah, itu pun sebagian 70-an persen di seluruh papua putus sekolah, Dan ini terus meningkat pada bulan Februari jumlahnya menjadi 6 juta orang, bulan Mei meningkat menjadi 8 juta orang. Belum lagi pada kurun waktu dewasa ini banyak kekacauan dan permasalahan pendidikan sepeti kurikulum yang semakin banyak dan sulit untuk dimengerti, dipelajari, bahkan sering berganti-ganti.
Di tingkat sekolah dasar khususnya di papua sangat memperhatingkan sehingga Banyak dari pelajar dan guru susah untuk menyesuaikan kurikulum yang selalu berganti-benti ini, bertolak dari itu, muncullah berbagai indikator yakni: guru merasa bebang untuk mengunakan metode yang sesuai dengan kurikulum yang baru, sebagaian besar guru tidak bertanggung jawab pada tugas kewajiban mengajarnya karena merasa bosan membuat program tahunan(PROTA), Program semester (PROMES), Rencana pembelajaran (RP) dan satuan pembelajaran (SP). Sebagian besar guru tidak mengajar di kelas dengan alasan turung ke kota untuk mengejar kurikulum yang baru. Sebagian kecil indikator di atas ini jelas-jelas berdampak pada generasi penerus yang ingin mengembangkan pengetahuannya.Kurang matangnya pendidikan sekolah dasar (SD), maka tidak ada anak yang berdiri tegak dan tegap melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.Realitas kenyataan ini, kini apakah ada orang yang membenahi persoalan ini?
Kenyataan sekarang yang mana, pelajaran muatan lokal di bebankan kepada guru untuk merancang kompetensi dasar, guru tingkat SD sampai saat ini susah menerapkan mata pelajaran muatan local. seharusnya guru harus sadar karena itu merupakan kesempatan untuk membenahi mata pelajaran bahasa daerah, mata pelajaran kerajinan tangan, mata pelajaran muatan lokal dll. Kurikulum dari MENDIKNAS, itupun dalam pengajaranya belum menempu pada perkembangan dan perubahan pada kurikulum baru,yang sedang berlaku seluruh Indonesia .
Kurikulum baru yang sedang berlaku ini, sangat membebani guru karena sulit membagi waktu. Waktu yang tersedia tidak cukup dengan materi yang ada dalam kurikulum yang ditetapkan sehingga guru sering mengajar dengan tidak tuntas. Menurut Dr. Arief Rahman, salah seorang pengamat, mengatakan bahwa kurikulum yang baik adalah kurikulum yang hidup. Ada kurikulum standar dan ada kurikulum yang terus mengikuti kemajuan dan kebutuhan artinya kurikulum yang diruba bukan kurikulum yang telah baku dan wajip diberikan sebagai dasar pengetahuan.
Jika melihat sejarah pendidikan dasar di papua yang di telurkan oleh penguasa kolonial Belanda yang berdiam di papua selama beberapa abad menetapkan sebuah kurikulum khusus yaitu : baca, tulis dan hitung, tidak kurang dan tidak Iebih. Padahal kurikulum, yang semacam ini merupakan proyek penindasan. Maka dengan adanya semangat pembebasan lepas dari kolonialisme, BPUPKI kemudian sempat merumuskan tujuan pendidikan dasar nasional. Tetapi penguasa saat itu mengubah segalanya. Seluruh proyek pembebasan ditinggalkan dan pendidikan diseret ke dalam semesta kolonial, bahkan dalam bentuk yang Iebih mengenaskan yaitu : baca, hafal dan ingat. Siswa dianggap sebagai bank rumus atau sebagai kamus berjalan yang sewaktu ujian bisa ditagih. Kreativitas dibunuh, yang ada hanya sebuah letupan energi dalam bentuk vandalisme dan tawuran. Dan yang Iebih parah, paradigma sjswa yang semacam ini, saat ini masih tetap melekat dalam pikiran setiap pelajar di papua. Sehingga mereka hanya dicetak menjadi manusia - manusia teori dan konsep tanpa pandai mengaplikasikannya dan menciptakan suatu karya yang baru.
Robert T. Kiyosaki dalam bukunya Kid Smart Kid menyatakan bahwa pendidikan hanya menciptakan karyawan dan tentara, hal ini relevan dengan sistem pendidikan kita yang sedikit menilai proses pendidikan, pendidik cenderung Iebih banyak memberikan pembelajaran ketimbang bagaiman anak didiknya berkembang dan mempunyai bakat tertentu. Dalam hal ini seorang pendidik memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena mereka hanya pelaksana pendidikan yang ditetapkan dalam program pemerintah dalam bentuk kurikulum.
Diakui ataupun tidak sistem pendidikan yang berjalan di papua terutama di sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas, saat ini adalah sistem pendidikan sekuler-materialistis. Hal ini tampak pada BAB X pasal 37 UU kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak proporsional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran yang lainnya. jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan didirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Selain itu juga biaya pendidikan yang semakin mahal (materialistis, red) inilah yang kemudian mencekik para kaum miskin yang tidak mempunyai biaya yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya, sehingga anak-anak mereka akhirnya putus sekolah, pada hal kenyataannya papua dipandang sebagai dapur dunia.
Dapat dibayangkan betapa mereka tidak mampu apabila untuk masuk TK ataupun SD harus membayar biaya Rp. 800.000,- sampai Rp. 2.000.000,- itupun belum merupakan biaya administrasi yang dipungut tiap bulannya. Dari fakta dan permasalahan pendidikan tersebut semakin membuka mata terutama pemerintah daerah, karena pemerintah daerah itulah yang tonggak ukur untuk menyampaikan aspirasi kemajuan pendidikan di daerah kepada pemerintah pusat. Pradikma tersebut ini, pemerintah daerah harus memperbaiki sistem pendidikan secara menyeluruh dan mendasar. Tidak hanya sebatas kurikulum saja yang diperbaiki tetapi juga paradigma dan sistem pendukung pendidikan yang lain. Karena apabila kita bicara masalah perbaikan sistem pendidikan maka tidak akan terlepas dengan permasalah sistem-sistem yang lain. Secara logika apabila sistem pendidikan diperbaiki namun kebijakan sistem sosial - ekonomi menghancurkan, tidak akan terbentuk sebuah kemajuan dibidang pendidikan. Karena segala sistem akan selalu berhubungan yang kemudian akan membentuk sebuah sistem pemerintahan. Walaupun, pemerintah pada tahun 2006 yang lalu telah mencetuskan kurikulum baru yaitu (KTSP), yang diharapkan mampu memberikan penguasaan kognitif, afektif dan psikomotorik bagi siswa, namun berdasarkan pengamatan realisasi di lapangan temyata masih terdapat banyak hambatan karena tingkat kesejahteraan sekolah di setiap daerah papua dari Sorong sampai Merauke berbeda-beda baik dari sisi fasilitas pendidikan maupun dari sisi tenaga kependidikan. Oleh karena itu pemerintah pada akhir-akhir tahun 2005 melontarkan ingin menghapuskan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan diganti dengan kurikulum 2006. Dengan sering bergonta-gantinya sistem pendidikan Indonesia tidak akan menyelesaiakn masalah tetapi justru hanya akan menambah masalah bagi siswa, pendidik dan masyarakat seluruhya. Kerena perbaikan ini tidak didukung juga oleh perbaikan sistem-sistem yang lain.
Menurut tiga pengamat pendidikan Dr. J Riberu, Dr. Mochtar Buchori dan Dr. Karlina Leksosno Supelli menegaskan perlunya revolusi dibidang pendidikan. Sistem dan program di seluruh tingkatan, secara umum membutuhkan adanya revolusi atau perubahan total secara mendasar. Jadi dengan pradigma realitas nyata yang ada seperti ini, bagimana Mahasiswa sebagai insan akademis dan intelektual , khususnya mahasiswa FKIP sudah seharusnya mampu berfikir dan bergerak untuk menentukan solusi permasalahan pendidikan dasar dengan paradigma yang benar. Mahasiswa papua jangan sampai terjebak dengan arus membawa pada sebuah hedonistis dan apatis (menutup mata) terhadap permasalahan masyarakat papua masa kini.
Mahasiswa FKIP seharusnya sudah mampu untuk berfikir akan dibawa kemana pendidikan papua terutama pada pendidikan dasar, untuk kemajuannya. Maka itu pendidikan ini bukan semata mahasiswa saja melainkan guru dan pemerintah juga sangat berperang sebagai tonggak ukur untuk mensejahtrakan masyarakat papua melalui dunia pendidikan, maka itu mari kita melihat dan merenovasi metode pengajaran yang dilakukan saman belanda itu. Pemeritah daerah harus melihat dengan kaca mata yang jerni mengenai dunia pendidikan yang sedang terjebak di papua, apa manfaatnya uang BOS, uang OSUS Papua, uang APBD, dll seharusnya dana tersebut ini kerja sama dengan sekolah- sekolah yang berstandar internasional, baik tingkat SD, SMP, SMA, maupun PT, Melalui matrikulasi agar kemampuan pembawahan individual anak tersebut itu berkembang pesat. Pemerintah harus mengutuskan anak-anak yang bercita-cita untuk melanjutkan lebih khusus di FKIP.
OLEH;
YULIUS PEKEI,
YULIUS PEKEI,
0 komentar:
Posting Komentar