...Selamat Datang Kunjungi Media Website Deiyai News Papua ...
"Jujur Diatas Tanah Deiyai Papua" deiyai

TANAH ADAT DEIYAI MASIH BERMASALAH

Written By FORUM DEIYAINEWS on Jumat, 24 Juni 2011 | 19.28

PEMERINTAH KAB. DEIYAI

MEMBAYAR TANAH MILIK RAKYAT TIDAK PADA SASARAN


Tanah adalah berharga bagi manusia dan makluk hidup lainnya; maka tuan tanah besertai pemilik tanah setempat harap menghargai dengan serius sesuai tuntutan mereka. Bukan tolak Ukurnya Menolak tetapi di perhatikan dengan baik masyarakat pribumi; menghadirkan kabupaten karena ada tanah oleh masyarakat pribumi setempat)*


Melihat kehidupan masyarakat Deiyai pada akhir-akhir ini sungguh menyedihkan atas tanah ciptaan Tuhan yang diberikan kepada umat manusia untuk menjaga dan merawat semua makhluk ciptaan-Nya. Masyarakat hidup dengan segala permasahan yang tidak pernah tuntas dengan damai atas tanahnya.


Disini saya secara pribadi melihat realitas kehidupan manusia di atas tanah DEIYAI pada masa karateker selama tiga tahun berjalan ini adalah masalah TANAH ADAT DI DEIYAI. Yang mana kita kenal bahwa tanah Deiyai adalah tanah milik seluruh masyarakat Deiyai. Kemudian kembali ke wilayah masing-masing. Setiap wilayah yang ada di Deiyai pasti ada tuan tanah atau makimee/Yamekopa seperti contohnya wilayah DIYAI tuan tanah adalah Marga Ukago, wilayah ONAGO tuan tanah/ makimee adalah Marga Giyai, wilayah PUDUU, PUYAI tuan tanah adalah Marga Douw, wilayah AIYATEI tuan tanah adalah Marga Badii & Tekege, wilayah BOMOU 1- 4 Makimee atau yamekopa adalah Kotouki, Pakage, Edowai Begitu pula dengan daerah daerah lain yang terdapat di kabupaten Deiyai.

Dengan hadirnya pemekaran kabupaten Deiyai di alam TIGI bahwa pembangunan kantornya telah di pusatkan di TIGIDOO yang mana kita kenal TIGIDOO adalah tanah milik Marga MOTE artinya MAKIPUYEMEE atau YAMEKOPA adalah Marga Mote, Wakeitei, Tigidoo.

Nah, saya sebagai mahasiswa, disini saya berbicara sungguh-sungguh secara Netral bahwa, dengan melihatnya pengambilan tanah adat di TIGIDOO oleh pemerintah untuk mau membangun kantor demi kelancaran program kerja selanjutnya. Saya sangat salut atas visi pemerintah untuk mau menyejaterahkan rakyat. Namun disisi lain sayapun kesal atas pengambilan tanah milik Marga Mote di Tigidoo oleh pemerintah ini betul-betul tidak melalui aturan yang berlaku, tidak sesuai dengan Adat dan Budaya MEE di MEUWODIDE. Mengapa di atas ini saya tegas bahwa, pengambilan Tanah Adat oleh pemerintah tidak sesuai dengan Adat dan Budaya yang berlaku di Meuwodide. Karena melihat realitas bahwa, pemerintah mengambil lokasi di Tigidoo tanpa sepengetahuan masyarakat adat setempat, pengambilan lokasi bagaikan pencuri yang masuk di ladang orang. Seharusnya pemerintah harus negosiasi dengan masyarakat adat atau Makipuwemee/Yamekopa yang ada di setempat. Tanpa izin, pemerintah merintis lokasi dan masyarakat adat setempat kaget ketika pemerintah mulai membangun kantor bupati. Masyarakat setempat tidak terima dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah di atas tanah leluhurnya(tempat berburuh), komentar dari MAKIPUWEMEE, melalui via telpon. Rabu, 22 Juni 2011

Kemudian, pembayaran tanah di Tigidoo pun tidak jelas di mata publik sampai saat ini, informasi yang saya dengar melalui telpon seluler pada tanggal, 12 Januari 2011 bahwa pembayaran tanah di Tigidoo tidak pada sasaran artinya pemerintah membayar tanah bukan kepada Makimee asli di Wakeitei akan tetapi pembayarannya dilakukan secara keluargaisme artinya penyerahan tanah dari pihak masyarakat kepada pihak pemerintah tidak diketahui dengan jelas, tuan tanah/Makipuweme kaget ketika bupati karateker menunjukan bukti penyerahan tanah kepada pemerintah yang telah bertanda tangan di atas meterai 6000 pada saat pemilik tanah Tigidoo/Makipuweme demo di kantor Bupati untuk menuntut bayar atas tanah. Karateker menyerahkan uang secara diam-diam sehingga terjadi konflik di Tigidoo antara kepala daerah +brimob dengan masyarakat asli Wakeitei. Sejak terjadi konfik di Tigidoo kepala daerah mengeluarkan perintah kepada anggota keamanan(polisi) untuk menembak masyarakat adat yang sedang menuntut pembayaran tanah di kantor Bupati, Tigidoo, kemudian anggota keamanan mengeluarkan peluruh ke arah masyarakat dan semua masyarakat melarikan diri namun ada seorang yang tetap berdiri karena merasa bahwa tanah itu adalah milik saya. Orang tersebut di tangkap oleh polisi dan di hukum di lapangan Soeharto Waghete selama 34 jam. Peristiwa yang sangat anehnya adalah ko kepala daerah (seorang pemimpin) menyuruh anggota keamanan untuk menembak masyarakat. Dimanakah rasa kemanusiaan sebagai kepala daerah?. Apakah tidak ada solusi yang terbaik untuk mengamanankan masyarakatnya sehingga menyuruh anggota keamanan untuk meyelesaikan masalah dengan cara mengunakan alat Negara(menembak)?.

Pada tanggal, 18 Juni 2011 pun kembali terjadi pengambilan tanah adat 2 meter secara diam-diam oleh pemerintah di Tigidoo lagi. Masyarakat asli Wakeitei mengetahui ketika mereka naik ke Enarotali untuk jalan-jalan. Ternyata tanah di Tigodoo sekitar 2 meter lebih pemerintah rentes secara diam-diam sehingga kemarin 20 Juni 2011 sampai saat ini masyarakat/Makipuwemee dorang sedang tunggu jawaban yang pasti dari pemerintah/ kepala daerah.

Saya sebagai mahasiswa asal Deiyai sungguh berharap kepada pemerintah bahwa, pembayaran tanah pada kali ini harus diumumkan kepada seluruh masyarakat Deiyai agar diketahui oleh publik dan kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat adat Wakeitei dan pemerintah seperti tahun lalu yang menimbulkan luka traumatis kepada masyarakat asli Wakeitei.

Tegas Yamekopa/makipuweme, melaui via telpon. Rabu, 21 Juni 2011. Kalau memang kali ini lagi pembayaran tanah dilakukan secara kekeluargaan, pembayarannya tidak pada sasarannya dan tidak sesuai dengan Adat dan Budaya yang berlaku di Meuwodide maka kami sebagai masyarakat adat Yamekopa mempunyai pertanyaan besar bahwa ada apa di balik Visi pemerintah; Pembayaran tanah saja bukan kepada Makipuwemee.

Tegas penulis, saya sebagai mahasiswa asal Deiyai berpesan bahwa: sebagai seorang pemimpin bersikaplah sebagai seorang pemimpin, jangan terombang-ambing hanya karena kepentingan politik dan juga seorang pemimpin perluh mengetahui bahwa: tanah yang diambil untuk mau membangun kantor itu milik siap??? Milik marga siapa/apa??? Supaya pembayaran tanah itu betul-betul terarah pada sasaran agar tidak terjadi konflik yang menodai tanah Ciptaan Tuhan dengan Darah Manusia akibat segala belengguh manusia.

Tegas penulis juga bahwa: kita semua perluh mengetahui bahwa hadirnya pemekaran kabupaten di Deiyai ini atas dasar apa?? Saya rasa kehadiran pemekaran ini karena adanya masyarakat tradisional dan wilayah adat di Tigi maka pemerintah perlu mendengar secara serius semua kritikan/suara hati dari masyarakat adat walaupun di sisi lain pemekaran terjadi karena kepentingan politik. Penulis juga berpesan kepada para elit politik bahwa: berpolitiklah sesuai mekanisme parpol, jangan hanya karena kepentingan politik membabi butakan, mengombang-ambingkan rakyat miskin, jangan tinggalkan luka-luka traumatis di hati rakyat miskin, jangan pisah-pisahkan persatuan dan kesatuan yang telah mendominan pada masyarakat adat di Deiyai hanya karena kepentingan politik atau bahasa bahasa politik yang menggula maniskan rakyat yang ujung-ujungnya mau memisahkan keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Iniah suara kebenaran dan suara kejujuran dari mahasiswa

Oleh, Donatus Bidaipouga. Mote

(STPMD “APMD” YOGYAKARTA)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Terimakasih Atas Kunjungan Anda, Selamat Jalan deissss