...Selamat Datang Kunjungi Media Website Deiyai News Papua ...
"Jujur Diatas Tanah Deiyai Papua" deiyai

MANUSIA SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN

Written By FORUM DEIYAINEWS on Sabtu, 23 Oktober 2010 | 23.31

Stepanua Agapa

Aspek Sosial Dalam Lingkungan Hidup


Tiap-tiap kelompok manusia mempunyai cara dan pola hidup yang bervariasi, yang diciptakan oleh mereka masing-masing secara khas, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing kelompok. Manusia tidak henti-hentinya menyederhanakan, mengorganisir dan menjeneralisir gambaran atau cara hidupnya terhadap alam sekitarnya. Terus menerus mereka mencoba memberikan arti dan makna pada lingkungannya, dimana makna tersebut akhirnya merupakan karakteristik dari suatu kebudayaan, yang membedakan dengan kebudayaan lainnya.


Setiap masyarakat (yang merupakan wadah dari suatu kebudayaan), suatu sistem yang bersifat centripetal, yakni yang menarik perilaku dari semua orang atau anggotanya ke arah suatu ‘inti’ dan sistem yang bersangkutan, basic norm setiap sikap yang melepaskan dari tarikan tersebut sebagai “out of control” atau menyimpang (ketidak patuhan/non-conformity terhadap norma sosial).

Idealnya norma adalah merupakan patokan perilaku dari semua anggota masyarakat, yang mengatur interaksi antar individu. Lebih lanjut, norma berisi dua (2) komponen penting Yaitu (1) kesepakatan antara sekelompok anggota masyarakat tentang tingkah laku yang harus dijalankan atau tidak boleh dijalankan, dan (2) mekanisme pelaksanaan kesepakatan tersebut (Scotts, 1970: 121). Untuk itu jelaslah bahwa melemahnya daya “centripetal” dan suatu system sosial terletak pada: apakah kesepakatan tersebut masih tetap dipertahankan atau telah terjadi suatu perubahan keadaan dan kondisi sehingga masyarakat menganggap diperlukan suatu kesepakatan baru.


Mengapa terjadi suatu kesepakatan tentang aturan-aturan (norma) yang mengikat? Pada dasarnya yang memberi pengesahan (legitimasi) terhadap norma-norma tersebut adalah nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai mempunyai standar kultural yang menunjukkan tujuan yang diinginkan oleh suatu pranata sosial. Disamping itu Smelter menekankan bahwa nilai (value) juga memberikan arti dan pengesahan terhadap tata sosial dan perilaku sosial (Smelter, 1967: 151).


Apabila kita definisikan seluruh kehidupan manusia sebagai suatu sistem sosial, maka dapat juga diinterpretasikan bahwa pembangunan merupakan suatu proses perubahan system sosial yaitu suatu proses pembentukan ‘nilai baru’ ke dalam diri individu-individu atau kelompok-kelompok yang akan merubah sistem sosial lama, menjadi sistem sosial baru sesuai dengan tuntutan jaman.


Menyinggung soal nilai berarti kita berhadapan dengan persoalan yang abstrak dan tidak bersifat mutlak, melainkan selalu bersifat relatif, sesuai dengan lingkungan setempat. Memperhatikan wacana diatas, kita bisa melihat bahwa kedudukan nilai (value) di dalam masyarakat lebih sentral dibandingkan dengan norma (norm). Semua norma dari berbagai tingkatan mencerminkan ‘nilai’ yang hidup di dalam suatu komuniti. Sistem nilai merupakan aspek kebudayaan yang sangat abstrak sifatnya bila kita ingin melihat suatu ‘nilai’ kita perlu melihat melalui norma-norma yang berlaku dalam sistem

tersebut, karena norma merupakan pencerminan konkretisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Ini berarti tidak ada ukuran yang mutlak mengenai nilai, tetapi hal ini dapat dilihat melalui suatu proses; bagaimana gejalanya dan mengapa berubah, kemudian dilihat dari faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses tersebut. Proses pembentukan nilainilai inilah yang akan mengungkapkan daya gerak dinamika proses itu, dimana nilai-nilai lama luluh dan digantikan oleh nilai-nilai baru. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma yang berlaku tidak akan sampai menceraiberaikan masyarakat tersebut jika masyarakat tersebut memiliki orientasi nilai yang seragam.

Perubahan nilai biasanya akan terjadi bilamana terdapat desakan (internal dan eksternal) di dalam ruang sistem social yang menyebabkan terjadinya pergeseran dalam nilai yang dianut. Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa nilai merupakan standar budaya, maka dalam hal ini menurut Parsons, ‘nilai’ adalah suatu elemen dan sistem simbol bersama yang dibuat sebagai suatu standar untuk pemilihan-pemilihan alternatif dari suatu orientasi yang intrinsik merupakan pembuka suatu situasi (Parsons, 1951: 36). Hal ini menyangkut orientasinorma dan peranan serta nilai-nilai dalam membentuk atau menentukan tindakan, dimana semua nilai-nilai terlihatdalam apa yang disebut suatu peralihan sosial.


Antara sistem budaya dan sistem sosial terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Dapat diartikan bahwa antara kedua sistem tersebut mempunyai bobot yang sama. Sebab dalam hubungan semacam ini, kombinasi dari beberapa faktor itu akan saling mempengaruhi melalui proses umpan balik (Poloma, 1979: 115). Selanjutnya antara kedua sistem ini terdapat suatu hubungan sibernetika, artinya bahwa semuanya berada dalam suatu rangkaian atas-bawah yang urutannya seperti tersebut di atas, dimana satu dengan lainnya saling mempengaruhi secara timbal balik. Sistem ide-ide yang terwujud dalam simbol-simbol, dapat dikategorikan kedalam sistem budaya,sementara itu, tindakan-tindakan sosial dan hubunganhubungan sosial dapat dimasukkan kedalam sistem Sosial.


Sistem budaya mempunyai informasi tetapi tanpa energi, sedangkan sistem sosial mempunyai energi tanpa informasi (Skidmore, 1979: 256-169). Kedua sistem ini saling bekerjasama dan saling mempengaruhi satu sama lainnya, dalam hubungan kedua sistem ini menganut pola sibernetika. Sistem budaya ‘mempengaruhi dan mengatur sistem sosial dengan informasi, sebaliknya sistem sosial melaksanakan pola interaksi


dengan energi yang dimilikinya tersebut. Biarpun begitu, sistem sosial dengan energi yang ia miliki dapat pula mengubah sistem budaya. Melalui sibernetika dapat lebih baik menjelaskan tentang pengawasan dalam masyarakat, melihat apa yang mempengaruhi apa melalui pengenalan atas kombinasi faktor-faktor yang bekerjasama melalui proses umpan balik dan dapat membantu membahas kemungkinan-kemungkinan baru yang berhubungan dengan stabilitas dan perubahan dalam sistem.


Jika analisis mengenai sibernetika di atas diterapkan pada suatu kelompok masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi dan masyarakat tersebut memberikan energi yang mendukung berlangsungnya sistem budaya. Sebaliknya sistem budaya mengawasi sistem-sistem di bawahnya termasuk sistem ekonomi. Jika arus pengawasan dan energi ini berlangsung secara seimbang, maka keseimbangan seluruh


sistem akan berjalan dengan baik. Sebaliknya, jika faktor energi tidak lagi mendukung sistem budaya, maka arus pengawasannya pun tidak akan berjalan sebagaimana seharusnya, terjadilah pergeseran atau perubahan dari sistem ini secara keseluruhan. Ungkapan di atas tidak dimaksudkan sebagai mereifikasikan sistem budaya, sebab dalam kenyataannya satu sistem budaya tidak berada dalam suatu kehampaan, melainkan hanya bias hidup bila ada sekelompok orang yang mendukungnya. Hal ini berarti, bila kita menggunakan pemikiran dari Parsons, bahwa satu sistem budaya tidak mungkin bisa hidup tanpa system sosial yang mendukungnya dan sebaliknya. Sedangkan dalam hal ini, sistem sosial melihatnya dari pendekatan yang obyektif


(dianggap) yang menekankan pada faktor-faktor nyata yang ada, seperti faktor pendapatan, penggunaan lahan berikut hasil yang diperolehnya dari lahan tersebut, kebutuhan pokok, variasi dalam mencari nafkah dimana semuanya ini adalah indikator yang mendukung suatu konsep kehidupan. Keadaan inilah yang akan dapat mempengaruhi terwujudnya perbedaan dan tingkah laku atau kelompok yang dilihatnya dan hubungan sistem budaya dengan sistem sosial.


Kebudayaan merupakan suatu bentuk kata benda dari system budaya yang disini dimaksudkan adalah pengetahuan, nilai, norma dan aturan yang dipakai untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan hidup, dan dipakai untuk mendorong terwujudnya kelakuan. Perwujudan kelakuan manusia sebagai hasil pemahaman dan penginterpretasian manusia terhadap lingkungan hidupnya terdapat dalam sistem sosial yang mengatur tingkah laku masyarakatnya dalam bentuk-bentuk pranata sosial. Pranata sosial ini diartikan sebagai suatu sistem antar hubungan norma-norma dan peranan-peranan yang diadakan dan dibakukan guna pemenuhan kebutuhan yang dianggap penting masyarakat (Suparlan, 2001).


Dalam pranata sosial komuniti, diatur status dan peran untuk melaksanakan aktivitas pranata yang bersangkutan. Perananperanan yang ada terkait pada konteks institusi sosial yang dilaksanakan oleh yang terlibat di dalamnya. Peranan-peranan tersebut merupakan perwujudan obyektif dari hak dan kewajiban individu para anggota komuniti dalam melaksanakan aktivitas pranata sosial yang bersangkutan (Rudito, 2003). Perubahan dalam sistem budaya dapat dikatakan pasti akan terjadi perubahan pada sistem sosial, sedangkan apabila terjadi perubahan pada sistem sosial belum tentu terjadi perubahan pada system budaya. Keadaan ini terkait dengan sibernetika dari kedua system tersebut, dimana sistem budaya bersifat mengatur sistem social dan sistem sosial bersifat mendorong sistem budaya.


Sistem sosial terwujud dalam peran-peran yang muncul di masyarakat, sehingga dengan demikian peran-peran yang tampak yang diwujudkan oleh individu sebagai anggota masyarakat merupakan juga perwujudan status yang disandang oleh individu-individu tersebut yang terikat dengan model-model kebudayaan yang ada. Sehingga apabila kita dapat mendefinisikan masyarakat berarti merupakan sekumpulan peran-peran yang ada di masyarakat yang bersangkutan (Rudito, 2003). Perubahan peran dalam masyarakat bias menunjukkan suatu perubahan kebudayaan dan bisa juga menunjukkan suatu perubahan sistem sosial yang ada.


Perubahan sistem sosial berarti perubahan pada pranatapranata sosial dan struktur sosial yang ada di masyarakat, sedangkan perubahan kebudayaan berarti perubahan system pengetahuan, nilai, aturan dan norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat sebagai wadah dalam perwujudan kebudayaan dapat dikatakan sebagai kumpulan dari peranan-peranan yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu dengan yang lainnya yang terwujud sebagai suatu keteraturan. Sehingga dengan keteraturan yang ada dalam masyarakat, warga masyarakat dapat berhubungan satu sama lain. Keteraturan yang ada dalam masyarakat dapat juga mengalami pergeseran menjadi ketidak-teraturan, hal ini terkait dengan adanya pengaruh lingkungan yang juga berubah.


Berbedanya lingkungan sosial seperti adanya masyarakat lain dengan kebudayaan lain yang datang serta perubahan lingkungan alam, menyebabkan atau mendorong aturanaturan yang biasa dipakai, melakukan adaptasi kembali untuk mengatur kondisi yang berubah tersebut. Sehingga walaupun lingkungan hidup masyarakat mengalami pergeseran, kebudayaan akan dapat mengaturnya dan tetap dapat dipakai sebagai referensi, karena kebudayaan bersifat adaptif. Artinya, model-model pengetahuan yang ada berkaitan dengan unsure yang dihadapi yang terdapat dalam lingkungannya, apabila lingkungan berubah maka model-model pengetahuan selalu dapat mengikutinya Selama ini pembangunan yang dilaksanakan kelihatannya sudah banyak yang berhasil dalam mengubah masyarakat dengan meningkatkan taraf hidup rakyat. Akan tetapi disisi lain timbul pertanyaan, apakah pembangunan telah dapat dinikmati secara merata sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara merata pula?


Pembangunan dan perubahan dengan laju yang cepat akan berdampak pada lingkungan sosial, sehingga dapat berpengaruh pula kualitas hidup manusia. Dampak adanya pembangunan dapat mengakibatkan suatu perubahan dalam aspekaspek sosial (termasuk parameter ekonomi, kependudukan, dan budaya) baik secara regional maupun nasional.


Dampak pembangunan apabila tidak dapat dikendalikan atau dikelola, dapat menimbulkan kegoncangan stabilitas sosial, persepsi mengenai kesejahteraan dan proses pembangunan yang menurun, serta tingkat partisipasi yang menurun. Untuk terjaminnya kualitas hidup manusia dan juga untuk menjaga ketertiban sosial, maka aspek sosial harus dikelola dalam kebijaksanaan pembangunan. Usaha pengendalian dampak sosial akibat pembangunan pada pninsipnya didasarkan pada kenyataan bahwa pertambahan penduduk merupakan hal yang tidak dapat dielakkan.


Daerah-daerah tertentu yang mendapat penerapan pembangunan secara cepat dan pesat dapat menciptakan suatu daerah yang berdiri sendiri (enclave) di sekitar daerah yang dihuni oleh sebagian besar masyarakat. Masuknya pendatang ke dalam suatu daerah membawa suasana budaya yang berbeda dengan masyarakat setempat. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pembauran nilai budaya kedua masyarakat (pendatang dan asli), sehingga akan terjadi suatu proses perubahan sosial dan pergeseran nilai-nilai. Akibatnya dalam proses penyesuaian nilai tersebut akan terdapat dampak sosial, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif yang terwujud dalam tingkah laku dari anggota masyarakat.


Dalam hal ini, yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana penduduk yang senantiasa bertambah itu tidak menjadi beban dalam pembangunan, tetapi dapat menjadi pendorong bagi pembangunan. Dengan demikian, pembangunan diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, dan kemakmuran akan mempercepat pula laju pembangunan.


Mengingat hal tersebut, diupayakan agar dalam perencanaan pembangunan diperkirakan sedini mungkin berbagai dampak aspek sosial yang dapat muncul sebagai akibat dari kebijaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan. Adanya perkiraan dampak aspek sosial pada tingkat kebijaksanaan ini diharapkan bahwa perencanaan pembangunan selanjutnya dapat memadukan usaha-usaha pemantauan dan pengelolaan dampak-dampak aspek sosial.


Pengkajian terhadap prakiraan dampak aspek social dan kebijaksanaan/pembangunan sangat diperlakukan untuk dapat mendeteksi perubahan sosial, ekonomi, kependudukan, dan budaya masyarakat yang terkena pembangunan; baik perubahan yang bersifat positif, maupun perubahan yang bersifat negatif..........


ARTIKEL SAMBUNGAN.

-1 KUALITAS MANUSIA

-2 ASPEK SOSIAL DALAM LINGKUNGAN HIDUP

-3 ETIKA

-4 PERAN SERTA KEMITRAAN

1 http://www.deiyai.co.cc/2010/10/manusia-sebagai-modal-pembangunan.html

2 http://www.deiyai.co.cc/2010/10/manusia-sebagai-modal-pembangunan_23.html

3 http://www.deiyai.co.cc/2010/10/manusia-sebagai-modal-pembangunan_455.html

4 http://www.deiyai.co.cc/2010/10/manusia-sebagai-modal-pembangunan_2031.html


0 komentar:

Posting Komentar

 
Terimakasih Atas Kunjungan Anda, Selamat Jalan deissss