...Selamat Datang Kunjungi Media Website Deiyai News Papua ...
"Jujur Diatas Tanah Deiyai Papua" deiyai

KONDISI PEMBANGUNAN PAPUA DI BALIK BERAGAM ATRAKSI

Written By FORUM DEIYAINEWS on Minggu, 24 Oktober 2010 | 18.19

Artikel ilmiah pemerhati; Papua)*

By: Feri Takimai


Kondisi umum pembangunan di Papua, terutama daerah pegunungan tengah selama ini, terkesan jauh dari harapan masyarakat karena kurang menyentuh masyarakat sebagai obyek pembangunan. Hal tersebut dilihat dari tingkat partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pembangunan itu sendiri. Hal ini juga terlihat dari adanya jarak antara masyarakat dengan pemerintah sebagai motor penggerak pembangunan. Kondisi umum masyarakat seperti ini jarang di ketahui oleh pemerintah setempat, artinya belum mengetahui persis dimana letak terjadinya betas-batas pemisahan tersebut.


Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pembangunan di Papua kian nampak, ketika keterlibatan masyarakat tidak terlihat lagi. Masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam proses pembangunan. Dengan melihat kondisi seperti ini maka pantasan bila ada kesan umum masyarakat seperti itu. Tidak di pungkiri bahwa proses pembangunan yang dipelopori Indonesia dan elit-elit lokal selama ini terkesan belum menyentuh masyarakat dan jauh dari harapan rakyat. Kondisi demikian ini mengundang beragam pertanyaan, mengapa masyarakat sebagai obyek pembangunan ini hanya sebagai penonton setia ? Kenapa hal tersebut kurang diperhatikan pemerintah setempat ? artinya belum adanya solusi dan ide kreatif pemerintah terhadap gagasan program pembangunan yang tepat dengan kondisi tersebut.


Otonomi khusus yang diberikan oleh Pemerintah pusat sebagai jawaban dari aspirasi masyarakat Papua yang berkembang menyeluruh selama masa reformasi ini, nampaknya tidak memberikan jawaban yang tepat terhadap pembangunan yang di inginkan oleh rakyat Papua. Pemerintah pusat dan daerah belum jelih melihat akar persoalan pembangunan yang sebenarnya.


Undang-undang otonomi khusus yang di buat pemerintah daerah mengundang persoalan bagi pemerintah pusat, dimana terjadi pro dan kontra terhadap versi UU tersebut. Bahkan belum ada titik temu antara pemerintah pusat dan daerah sepanjang ini, walaupun otonomi khusus sudah berjalan. Pembangunan berhenti pada persoalan aturan (UU) otonomi khusus yang tentunya dapat mengorbankan pembangunan yang di kehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat daerah.


Undang-undang otonomi khusus yang dibuatpun terkesan hanya berlaku di kalangan birokrat (elit-elit daerah), berhenti sampai di birokrasi dan administrasi daerah. Yang menjadi tanda tanya adalah model pembangunan seperti apa yang di inginkan oleh suatu daerah? mengingat yang disebut dengan pembangunan tidak hanya sebatas undang-undang, administrasi dan birokrasinya, itu hanya sarana penunjang dari pembangunan. Soal birokrasi dan administrasi saja masih tanda tanya, apalagi pelaksanaan pembanguan dan wujud nyata/ hasil dari pembangunan itu sendiri. Makanya kalau mau jadi raja, raja yang benar/ kalau mau jadi bangsawan, bangsawan yang benar/ kalau mau jadi pejabat, pejabat yang benar. Jangan suka angkat jari kalau memang pada akhirnya tidak punya konsep, bukti ataupun hasil. Yang di maksud bukannya untuk membatasi hak-hak perseorangan, namun hak yang punya kesadaran batas-batas kemampuannya. Kalau sudah mengetahi batas-batas kemampuan maka pasti ada solusinya. Yang menyangkut kesadaran ini sangat lemah, khususnya kepemimpinan orang Mee, karena sering terkesan budaya ambisi lebih menonjol dibanding suku-suku lain di Papua. Mesti disadari bahwa kalau kita orang beriman pasti mengetahui perbuatan dosanya, entah dosa kecil atau besar, apalangi yang namanya mengorbankan pembangunan, karena secara tak langsung menyangkut kehidupan manusia.


Selama ini pemerintah pusat menganggap seperatisme di Papua dapat mengancam kadaulatan Negara. Kalau dipikir secara jernih, sama bahayanya dengan kegagalan pembangunan di Papua. Kenapa seperatis saja yang diburu selama ini, sedangkan koruptor-koruptor ataupun elit-elit local yang justru menghambat pembangunan tidak diburu, malah dilindungi hukum (aparat Negara), hal ini berindikasi adanya sikap pembiaran oleh Negara. Ada apa di balik semua ini ? Anehnya adalah rezim pada masa orde baru masih berlaku di Papua, dimana para masyarakat tidak sebebasnya menyampaikan aspirasi pembangunannya kepada elit-elit lokal, karena elit-elit lokal kadang bertindak seperti soeharto dan menjadi soeharto-soeharto kecil atau apakah memang kondisi seperti ini sengaja diciptakan oleh negara ?


Pada awal-awalnya, sebagian dari seluruh kepala daerah kabupaten di propinsi papua punya program yang baik adanya dan dengan harapan dapat memajukan daerah, namun dalam perjalanannya tidak sesuai dengan yang diprogramkan atau yang diharapkan. Merekapun tidak pernah menyampaikan alasan-alasan dari beberapa kegagalan tersebut secara transparan kepada rakyatnya. Disini mengundang pertanyaan bahwa hal apa yang sebenarnya membuat mereka tak berani menyampaikan alasan dari kegagalan beberapa/ sebagian program pembangunan tersebut. Kalau semua bupati di propinsi Papua seperti itu maka dapat dipastikan ada yang tidak beres. Bisa saja ada susupan manusia yang berusaha membelokkan terhadap berbagai program yang merupakan bagian dari visi misi pemerintah daerah. Karena kemungkinan besar ada pihak-pihak tertentu yang tidak mengiginkan daerah/orang Papua maju mengingat begitu besar potensi alam yang sebagian besarnya masih misteri di bumi cendrawasih itu. Hal ini berhubungan langsung dengan politik lokal/global maupun ekonomi global. Maka tak heran kalau dibuat seperti katak dalam tempurung kelapa, yang ujung-ujungnya tidak mengenal peradaban dan dunia luar.


Ada kesan terselubung bahwa Indonesia adalah kepanjangan tangan Amerika dan sekutunya untuk mengamankan kekayaan alam di Papua. Jadi yang diamankan adalah SDAnya,bukan pembanguan ataupun manusianya. Lihat saja hubungan kemesraan apa yang sudah dan sedang terbangun antara kedua negara ini. Jelas-jelas ini bukan pesoalan politik, ekonomi ataupun agama semata, tetapi lebih tersentuh pada porsoalan rasis. Adakah masalah rasis di Amerikah? Adakah masalah rasis di Australia? Adakah masalah rasis di Indonesia? Yang penting tahu sama tahu dosanya jadi tidak perlu terlalu nampak di permukaan, cukup terselubung saja.


Belanda adalah salah satu negara yang telah berusaha membangun tanah dan rakyat Papua, Karena pada beberapa dekade sebelumnya Belanda berupaya membangun tanah dan SDM Papua, lewat missionaris, badan pemerintah maupun badan suasta lainnya, namun bantuan-bantuan tersebut telah dihentikan beberapa tahun yang lalu oleh negara-negara tersebut, tidak hanya oleh Indonesia saja. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk memutuskan hubungan antara Papua dan Belanda, sambil mengarahkan perhatian rakyat Papua kepada Amerika dan Australia, selain ketidakinginan mereka kalau rakyat Papua maju dan bekembang kemudian membangun hubungan patner dengan Belanda. Kalau hal ini terjadi maka jelas Amerika dan Australia tidak mempunyai kekuasaan yang bulat atas kekayaan alam di bumi Papua. Namun sejarah tercatat dan tidak akan pernah terhapus dari muka bumi ini. Kalau adanya upaya untuk mengalihkan perhatian dan mengkelabui sejarah,. berarti hanya mimpi di siang bolong, walaupun amerika pernah berjaji dengan Indonesia pada masa Pepera bahwa Kekayaan Alam Papua adalah milik Amerika dan Manusianya masuk Indonesia, maka lebih leluasa kekuasaan Indonesia di Papua, kecuali kalau dilarang sama temannya Amerika.


Dalam perjalananya, lihat saja adanya bantuan dari Eropa, salah satunya dibidang pendidikan yang dikhususkan untuk Indonesia kawasan Timur, namun berhenti di pusat. Sudah berapa ribukah pelajar-mahasiswa asal Indonesia yang bependidikan di luar negeri? Sedangkan putra-putri asal Papua yang berpendidikan diluar sudah berapa banyak ? dengan adanya bantuan ini.


Dengan melihat beberapa persoalan tersebut diatas dan dari beragam persoalan yang ada, maka pembangunan di Papua selama ini hanya sebatas simbol dan permainan belaka dari bebagai negara yang bekepentingan. Yang jelas rakyat Papua benar-benar dimanfaatkan sebagai obyek yang mesti dikorbankan demi kepentingan dan tujuan-tujuan mereka. Jadi nilai manusianya tidak terlalu penting bagi mereka.


Kita sebagai kaum intelek, sebagai pelajar-mahasiswa, sebagai masyarakat, mesti melihat dan mengetahui persoalan-persoalan seperti itu. Kita harus mempunyai wawasan yang luas, pemahaman yang mengglobal, agar tidak salah tingkah dan salah tindak. Jangan sampai kita dikondisikan seperti katak dalam tempurung kelapa, kalau benar ini yang sedang terjadi selama ini berarti pantasan saja kita mudah terpropokasi, terjebak, gampang di manfaatkan, gampang di obyekkan untuk kepentingan dan tujuan-tujuan mereka. Karena dunia masa kini adalah dunia yang anda lihat saat ini. Seakan lembaga negara tidak berfungsi, payung hukum tidak berfungsi, lembaga penegak HAM tidak berfungsi, lembaga Internasional sudah tidak berfungsi, persoalan seiman/tidak sudah tidak berfungsi dan lebih dari itu nilai kemanusiaan sudah tidak berfungsi lagi.

***

1 komentar:

Unknown mengatakan...

itu sangat betul kak ferry yang mana kak meningung mengenai politik dan rasis ini, kenyataan yang yang sedang berjalan negara ini sangat saja kelihatan, ini bukan saja terlahir dari dan untuk masyarakat tetapi dari dan untuk pemerintah pusat yang mempermainkan secara politis untuk memusnakan rasis papua maka dengan ini kita harus menanggapi dalam kampanya-kampanye politik PRABOWO sudah mengungkapkan sejelas-jelas di panggun terbuka bahwa KAMI negara indonesia melindungi alamnya bukan manusia rasnya. kalimat ini kita harus renungkan bersama untuk keluar dari penindisan kepunaannya.

Posting Komentar

 
Terimakasih Atas Kunjungan Anda, Selamat Jalan deissss