...Selamat Datang Kunjungi Media Website Deiyai News Papua ...
"Jujur Diatas Tanah Deiyai Papua" deiyai

HARAPAN ORANG TUA utk PENDIDIKAN

Written By FORUM DEIYAINEWS on Sabtu, 23 Oktober 2010 | 22.51

ADAKAH HARAPAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN KATOLIK DI KABUPATEN DEIYAI ?


Anakku kusarangkan enkau harus menuntut ilmu di dunia pendidikan katolik, karena disanalah ada harapan untuk engkau jadi manusia yang terdidik, terbinah, dan berbudi.


Di klayak masyarakat yang hidup dibawah standar kemiskinan di papua yang usia kelahiranya sekitar tahun 1970-an ke bawah memiliki harapan yang besar untuk menyekolahkan anaknya di sekolah katolik. Keandalanya, kepercayaan pendidikan katolik selalu diwariskan kepada anaknya hingga sampai menempatkan di dunia pendidikan katolik. Masih adakah orang tua yang tahun kelahirannya 1970-an ke atas mempengaruhi, hingga menempatkan anaknya di dunia pendidikan katolik?


Memang, Wajarlah berpandan seperti itu, karena kelahiran sejak masa orde baru, dan pada saat itu pengaru pendidikan katolik di papu sangat terlihat jalas kental, karena sejak itu didikan perintis-perintis agama katolik di papua atau desebut juga misionaris. pradigma yang dilakukan sekolah- katolik sejak itu, setiap plosok membangun sekolah sampai tiga kelas untuk tempat seleksi, dan kelas selanjutnya di fokuskan pada satu tempat yang berpolah asrama hingga sampai kelas enam.


Selama tiga tahun itu anak yang bisa menulis menghitun dan membaca dilanjutkan ke kelas pusat penampungan berpolah asrama tersebut. penerapan pradigma itu pun sekejab hilang dan kini sekolah-sekolah katolik berada pada dua kutup posisi yang fariasi: perkotaan- perkampungan. Namun demikian, ada sejumlah persoalan yang pelit di pecekan oleh kita semua. Masalah utama pertama kita berangkat dari keluarga, bahwa orang tua kurang menempatkan anaknya, dan memberikan pandangan - pandangan terhadap buah hatinya mengenai kelebihan yang bisa di petik di area pendidikan katolik. Realitas kini sangat terlihat bahwa orang tua lebih banyak perhitungan mengenai biaya pendidikan yang begitu mahal.


Kedua konteks tersebut terlahirlah masalah besar yang umumnya di alami di sekolah katolik yang mana murid yang menyusut, deficit keuangan dan penggajian guru dibawah standar upah minimum. Dalam situasi yang eksrim itu pulah sekolah katolik dinilai semakin mahal, jika peratian umumnya sekolah katolik masih tertuju pada persoalan financial dan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup penyelengaraan, apakah ada perbincangan untuk peratian dari pemerintah mengenai mutu pendidikan katolik?


Kita melihat secara jerni, mutu pendidikan masa kini semakin terlihat hanya bayangan dibanding dengan mutu pendidikan masa lalu, masa lalu dari segi lainya bahawa pendidik lebih berani melayani dari pada menerima, namun kita tidak terlepas juga pengajar masa kini, masih belum menyentu pendekatanya langsung dengan orang tua murid maka terlahirlah anak didiknya yang korban. Jawaban yang terkesan menghibur diri adalah sekolah–sekolah katolik di papua masih diminati masyarakat luas tampa menyadari pengjar. Kondisi guru kotolik yang minim ini, membuat pendidikan katolik di papua sudah jauh tertinggal, dan suda sejak lama di kalakan oleh sistem pendidikan prostetan dan pendidikan islam.


Selama ini, baik klayak intelektual maupun masyarakat selalu membahas tentang cara penerapan pendidikan katolik di papu. saya inggat kembali sejak 25 juni 2010 dari tim diskusi Lembaga Pendidikan Papua, media selangkah iyoo/ihoo dengan topik pengaruh pendidikan dan kesadaran orang papua barat jaman belanda hingga ordebaru, disinilah saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang kesadaran pendidikan terhadap orang papua dan juga saya pun mendapatkan berbagai tanggapan dari hasil diskusi, bahwa mengapa Indonesia mendirikan banyak sekolah hingga samapai pelosot dengan objek sekolah Negeri dan Islam, namun tidak menentu pada sasaran pendidikan yang di butukan oleh individual siswa?.


Mengapa pendidikan papau tidak menghasilkan orang bermutu dan intelektual?. Kenyataan ini, dibanding dengan pendidikan masa orde baru yang mana tidak begitu banyak sekolah yayasan katolik yang tersebar di papaua bisa menghasilkan intelektual papua hingga sampai terkenal ke tinggkat internasional. Mengenai pernyataan di atas ini, kita bisa menengok sedikit mengenai sejarah pendidikan di papua bahwa jumlah siswa yang didik 400 orang antara tahun 1944-1949. Diantara sekian banyak siswa, misionaris berani mengirimkan ke luar negeri seperti di Negara belanda, Australia dan Negara Negara fasifik lainya untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Tujuan utama adalah kembali untuk memimping daerahnya. Salah satu mahasiswa yang di kirim keluar negeri di Negara belanda yaitu Frits Kirihio.


Perbandingan perkembangan pendidikan yang sangat jauh berbedah, kemungkinan melihat pada konsep kurikulum belanda dengan saman sekarang bahwa pendidikan saman belanda kurikulum maupun pendekatan mengajarnya bertolak pada minat, bakat, dan kehidupan pada individualis siswa dan juga dari sudut pandangan lain bahwa, siswa diperangkan sebagai subjek sedangkan guru sebagai objeknya atau istilah lain guru sebagai fasilitator. Dan pulah sebaliknya masa kini, pendidikan yang diajarkan di tingkat dasar sampai perguruan tinggi (PT) katolik, bertolak pada kurikulum yang sudah disiapkan dari DEPDIKBUD, atau bahan jadi, dan metode mengajar yang di gunakan selalu perang aktif di kelas adalah gurunya melainkan siswa atau istilah lain guru selalu subjek dan siswa selalu di objekkan.


Aktivitas guru bidang studi tidak menempu semua bentuk implementasi perpaduan dari hasil strukturalisasi struktur dan hasil kajian karakteristik siswa. Supervisi terhadap aktivitas guru juga tidak diarakan kepada trukturisasi konsep dari kurikulum yang digunakan, peta konsep yang dirumuskan dari hasil struturiasi kurikulum itu, peta konsep terseleksi yang fungsional untuk implementasi kurikulum dan juga Guru perluh mengukur kasil kajian karakteristik siswa yakni; Minat siswa , kebutuhan siswa dan kemampuan siswa, serta rumusan konsep implemenasi organisasi pembelajaran.


Berdasarkan ilustrasi di atas ini, maka kita akan merenungkan dan mengikuti pendekatan kebijakan dan pendekatan substansi, munkin disini saya merasa perluh untuk menguraikan kedua pendekatan yakni berdasarkan pendekatan kebijakan yang di lakukan guru-guru di papua terutama guru sekolah dasar katolik belum pada wacana dan memiliki kewibawaan sebagai guru terhadap muridnya. Sebelumnya saya minta pamit sebentar untuk menguraikan memiliki kewibawaan. Memiliki kewibawan bukan berarti kita membanting tulang untuk memberikan uang kepada anak murid kita, namun mentransfer ilmu dengan sepenuh hati agar kewibawaan kita tarjaga.


Masyarakat katolik mestinya bertanya kepada diri sendiri, bahwa anak anak buah jantung ini memposisikan diri kemana dan merenungkan kembali bahwa masihka mereka mau meneruskan tugas misioner dalam pendidikan katolik di daerah ini, ataukah sudah kehabisan tenagah dan ruang gerak dengan membiarkan begitu saja hingga sampai pendidikan katolik di papua terpendam?.


Oleh: Yulius Pekei “ Mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP, Universitas Sanata Dharma ( USD).


NO HP : 081392549876

E-Mail : yykebadabi@yahoo.com.

Plog : yuliuskebadabi.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Terimakasih Atas Kunjungan Anda, Selamat Jalan deissss