KabarIndonesia - Zakeus Mote adalah tenaga guru sukarela yang mengabdi di SD YPPK Wagomanai, Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai selama 21 tahun sejak 1990 yang lalu. Dia tidak pernah mendapatkan gaji ataupun honor selama ini.
Zakaeus Mote yang ditemui pewarta HOKI di kampung Wagomani beberapa waktu lalu menuturkan, dia telah membangkitkan semangat juang demi menyelamatkan generasi muda menuju kecerdasan. Tentunya generasi muda akan membangun Tanah Papua, khususnya Deiyai.
"Maka dari itu, kami sebagai guru perlu menyelamatkan generasi baru ini," tuturnya.
Padahal, tugas mulia yang dia jalankan telah mampu mendidik dan mengantar anak-anak hingga mengenyam pendidikan ke jenjang perguruan tinggi bahkan sudah menjadi pegawai negeri sipil.
Sudah 21 tahun mengabdi sebagai guru sukarela, selama itu pula dia telah mengikuti test Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Namun, dari periode ke periode tidak pernah diterima. Itulah kisah tragis yang dialami guru sukarela, Zakeus Mote.
Kisah selama mengajar di SD YPPK Wagomani itu diceritakan juga oleh anak didik yang sebagian sudah menyelesaian perkuliahannya dan kini menjadi PNS di beberapa daerah, seperti Timika, Nabire, Dogiyai, Paniai dan Deiyai. Salah satu anak didik pertama (Beatus Waine, A.Ma.Ag) sekarang sudah menjadi wakil kepala sekolah pada SLTP YPPK Fransiskus Waghete Kabupaten Deiyai.
“Mungkinkah ijazah kami tidak berguna lagi di negeri ini? Padahal saya punya ijazah yang juga diterbitkan oleh pemerintah Indonesia,” tutur Zakeus.
Alasan mengapa guru sukarela yang telah mengabdi selama 21 tahun tidak diterima, barangkali kurang memprioritaskan tingkat pendidikan, sehingga guru sukarela yang ada di Kabupaten Deiyai tidak dapat diterima. Nah, pertanyaan dari Zakeus adalah “Deiyai ini dimekarkan tiga tahun lalu, sekarang prioritas utamanya apa?”
Dia telah mengabdikan diri selama 21 tahun, hanya saja tidak ada perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Deiyai melalui dinas yang terkait, namun tidak direspons dikarenakan masih Carateker atau belum Devinitif. Itu yang dikatakannya. Apakah dinas terkait harus demikian? Ataukah tinggal diam di kantor saja tanpa kontrol setiap sekolah yang ada?
"Setelah mendengar langsung kata-kata ini, saya secara pribadi menangis, sebab guru adalah prioritas utama dalam pengembangan dan pemberdayaan manusia menuju keberhasilan dalam suatu pendidikan yang baik," kata Elias Bidaugi Pigome, putra daerah Debey, Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai.
Elias juga telah melihat langsung realita yang terjadi pada SD YPPK Wagomani di Pedalaman Papua ini. Lalu Elias mengajar adik-adiknya selama libur semester pada tanggal 25 Juli–19 Agustus 2011 di SD YPPK Wagomani ini sebagai kepedulian. Karena kurang tenaga guru. Guru yang ada hanya Kepala Sekolah dan Zakeus Mote.
Zakeus mengaku bahwa dia tidak akan putus asa mengajar adik-adik yang masih sekolah. Pegawai negeri bukan ukuran untuk hidup, namun menghidupi keluarga inilah yang selalu dipikirkan. Beberapa kali ikut tes CPNS, namun gagal tidak mematahkan semangat pengabdiannya sebab semua itu indah pada waktunya.
Selama kurang lebih 21 tahun mengajar sebagai guru sukarela, bukan guru honorer. Hanya karena peduli kepada generasi penerus bangsa untuk masa yang akan datang. "Semangat mengajar selalu dikedepankan, sedangkan untuk tes CPNS kalau setiap dekade ada penerimaan akan selalu saya coba terus-menerus untuk menjadi pegawai negeri," tutur Zakeus Mote yang lulusan PGSD itu.
Diharapkan agar Pemerintah Kabupaten Deiyai jeli melihat kebutuhan pegawai, memprioritaskan guru sekolah dasar dan sekolah lanjutan, sebab merekalah yang membentuk karakter anak-anak bangsa di masa mendatang. (*)
Penulis, mahasiswa aktif Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti Jakarta.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Zakeus+Mote%2C+Bekerja+21+Tahun+Tanpa+Gaji&dn=20110903191103
Zakaeus Mote yang ditemui pewarta HOKI di kampung Wagomani beberapa waktu lalu menuturkan, dia telah membangkitkan semangat juang demi menyelamatkan generasi muda menuju kecerdasan. Tentunya generasi muda akan membangun Tanah Papua, khususnya Deiyai.
"Maka dari itu, kami sebagai guru perlu menyelamatkan generasi baru ini," tuturnya.
Padahal, tugas mulia yang dia jalankan telah mampu mendidik dan mengantar anak-anak hingga mengenyam pendidikan ke jenjang perguruan tinggi bahkan sudah menjadi pegawai negeri sipil.
Sudah 21 tahun mengabdi sebagai guru sukarela, selama itu pula dia telah mengikuti test Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Namun, dari periode ke periode tidak pernah diterima. Itulah kisah tragis yang dialami guru sukarela, Zakeus Mote.
Kisah selama mengajar di SD YPPK Wagomani itu diceritakan juga oleh anak didik yang sebagian sudah menyelesaian perkuliahannya dan kini menjadi PNS di beberapa daerah, seperti Timika, Nabire, Dogiyai, Paniai dan Deiyai. Salah satu anak didik pertama (Beatus Waine, A.Ma.Ag) sekarang sudah menjadi wakil kepala sekolah pada SLTP YPPK Fransiskus Waghete Kabupaten Deiyai.
“Mungkinkah ijazah kami tidak berguna lagi di negeri ini? Padahal saya punya ijazah yang juga diterbitkan oleh pemerintah Indonesia,” tutur Zakeus.
Alasan mengapa guru sukarela yang telah mengabdi selama 21 tahun tidak diterima, barangkali kurang memprioritaskan tingkat pendidikan, sehingga guru sukarela yang ada di Kabupaten Deiyai tidak dapat diterima. Nah, pertanyaan dari Zakeus adalah “Deiyai ini dimekarkan tiga tahun lalu, sekarang prioritas utamanya apa?”
Dia telah mengabdikan diri selama 21 tahun, hanya saja tidak ada perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Deiyai melalui dinas yang terkait, namun tidak direspons dikarenakan masih Carateker atau belum Devinitif. Itu yang dikatakannya. Apakah dinas terkait harus demikian? Ataukah tinggal diam di kantor saja tanpa kontrol setiap sekolah yang ada?
"Setelah mendengar langsung kata-kata ini, saya secara pribadi menangis, sebab guru adalah prioritas utama dalam pengembangan dan pemberdayaan manusia menuju keberhasilan dalam suatu pendidikan yang baik," kata Elias Bidaugi Pigome, putra daerah Debey, Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai.
Elias juga telah melihat langsung realita yang terjadi pada SD YPPK Wagomani di Pedalaman Papua ini. Lalu Elias mengajar adik-adiknya selama libur semester pada tanggal 25 Juli–19 Agustus 2011 di SD YPPK Wagomani ini sebagai kepedulian. Karena kurang tenaga guru. Guru yang ada hanya Kepala Sekolah dan Zakeus Mote.
Zakeus mengaku bahwa dia tidak akan putus asa mengajar adik-adik yang masih sekolah. Pegawai negeri bukan ukuran untuk hidup, namun menghidupi keluarga inilah yang selalu dipikirkan. Beberapa kali ikut tes CPNS, namun gagal tidak mematahkan semangat pengabdiannya sebab semua itu indah pada waktunya.
Selama kurang lebih 21 tahun mengajar sebagai guru sukarela, bukan guru honorer. Hanya karena peduli kepada generasi penerus bangsa untuk masa yang akan datang. "Semangat mengajar selalu dikedepankan, sedangkan untuk tes CPNS kalau setiap dekade ada penerimaan akan selalu saya coba terus-menerus untuk menjadi pegawai negeri," tutur Zakeus Mote yang lulusan PGSD itu.
Diharapkan agar Pemerintah Kabupaten Deiyai jeli melihat kebutuhan pegawai, memprioritaskan guru sekolah dasar dan sekolah lanjutan, sebab merekalah yang membentuk karakter anak-anak bangsa di masa mendatang. (*)
Penulis, mahasiswa aktif Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti Jakarta.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Zakeus+Mote%2C+Bekerja+21+Tahun+Tanpa+Gaji&dn=20110903191103
0 komentar:
Posting Komentar