HANCURNYA KEANEKARAGAMAN;
ADAT/BUDAYA DAN RAS MALANESIA DI PAPUA
Mengangkat harkat dan martabat sebagai manusia berideologi bangsa di tanah Papua ; di tengah tantangah peradaban perubahan saingan budaya bangsa di dunia)*
Manusia Papua dari dahulu hingga kini dan selanjutnya pun akan di kenal dengan nama MALENESIA, manusia hitam malanesia, berambut kriting, yang berada di alam Papua. Pada zaman dulu, kehidupan mereka sangat bersifat tradisional dan sangat tergantung pada alam dimana mereka berada. Bukan hanya itu saja tetapi mereka pun masih terikat pada adat dan budaya/adat istiadat yang di sebut dengan hukum yang mengatur manusia Papua. Pada masa itu juga, dalam sistem perkawinanpun sangat tertip artinya Sejarah perkawinan manusia Papua pada zaman dahulu mereka menikah dalam satu suku saja, mengapa???, Karena apabila kawin dengan suku lain adalah pemali. Contohnya pemali seperti Suku Moni/mou kawin perempuan dari Suku Mee. Terapan-terapan di atas bertujuan untuk menjaga RAS MALANESIA yang asli.
Pada zaman dahulu disebut juga zaman prasejarah artinya: zaman dimana manusia belum mengenal sumber-sumber tulisan dan membaca dan juga zaman dimana belum mengenal bagaimana cara hidup yang sehat berdasarkan kerohanian maupun jasmaniah yang sehat pula. Akan tetapi yang sangat Anehnya adalah: walaupun pada zaman itu masa tradisional, mereka bisa membedakan mana yang baik dan buruk/kurang baik artinya, perbuatan mana yang ter-arah pada nilai-nilai posisif pada Rohaniah dan Jasmaniah demikian juga sebaliknya nilai-nilai negatif pada rohani dan jasmani. Dengan landasan di atas ini yang menjadi pegangan bagi manusia dulu hingga mereka bisa menikmati Alam Ciptaan-Nya sampai pass umurnya artinya mereka tidak mati/meninggal pada sejak usianya muda, meninggal ketika umurnya sudah berlanjut (80-90an thn). Dengan tindakan dan perbuatan manusia pada masa dulu ini benar-benar memegang kekhasan atau keunikan manusia Malanesia yang seutuhnya.
Namun sayangnya manusia Papua pada zaman sekarang(global) ini, banyak orang yang menghancurkan/menghilangkan RAS PAPUA yang sebenarnya, bahkan kini hampir sebagian besar penduduk orang asli Papua berkulit campuran bukan asli Ras Malanesia. Menghilangkan Ras Malanesia bukan hanya di salah satu sisi saja melainkan di banyak sisi seperti menghilangkan Ras Malanesia melalui; perkawinan campur(pendatang dengan Orang asli Papua), kerana tidak peduli dengan Adat dan Budaya maka hilanglah keunikan yang telah mendominan pada manusia Papua sendiri, dengan cara inipun sungguh menghilangkan kewarnaan kulit/ Ras Malanesia, dan juga di sisi lainya seperti adanya pengaruh dari perkembangan zaman yaitu dari sisi EKONOMI, POLITIK dan AGAMA. Memang tidak heran apabilah RAS Malanesia di atas Tanah Papua semakin hari semakin berubah bahkan berkurang. Semuanya pantas terjadi, karena zaman sekarang adalah zaman modern/perkembangan hingga manusia Papua banyak orang yang pintar dalam segala hal/bidang. Manusia Papua telah berkontaksi dengan dunia luar(dunia modern) maka pada saat inipun sudah melupakan kebiasaan-kebiasaan/tradisi yang telah mendominan dengan orang Malanesia sendiri(kita) dan lebih parahnya lagi adalah, ketika orang Papua berkontaksi dengan dunia modern hingga orang Papua menjadi pintar dalam segala bidang atau segala aspek, namun banyak orang yang menyalahgunakan kepintarannya contohnya; pejabat-pejabat Papua yang sementara ini dengan kepintarannya berbondong-bondong menikahi dengan perempuan luar Papua seperti perempuan dari Jawa, Manado, Sulawesi dan lain daerahnya yang berbau paha putih(kata pejabat).
Hal semacam inilah yang menghilangkan Ras Malanesia yang sesungguhnya, bukan hanya RAS MALANESIA sajalah yang menghilangkan akan tetapi ADAT dan BUDAYApun hilang (hancur) akibat kawin campur. kawin campur ini betul-betul menghilangkan Adat dan Budaya termasuk RAS Malanesia, contoh kenyataannya seperti lihat saja anak-anaknya pejabat-pejabat Papua yang Mamanya(ibu) bukan asli orang Papua, saya yakin dan percaya bahwa mereka buta akan ADAT dan BUDAYA dari orang Papua, kalau ditanya ADAT dan BUDAYA/ kebiasaan/tradisi dari pihak perempuan, mamanya (luar Papua) tentu dia akan jelaskan lebih jauh ke dalam. Contohnya saja, sejak penulis masih di bangku SMA, kebetulan teman sebangku saya adalah orang Papua satu Suku, dia adalah anak pejabat Mamanya orang Jawa, sempat saya tanya angka dalam bahasa daerah 1 sampai 10, dia menjawab saya tidak tahu, kemudian pertanyaan kedua dari saya adalah saya tanya tentang Tradisi dalam Suku kita ternyata dia menjawab saya tidak tahu tentang itu habis bapak tidak pernah ajarkan kami tentag Adat dan Budaya/Tradisi daerah bahkan bapak belum pernah bawah kami ke kampungnya bapak, liburan pendek maupun liburan panjang, kami selalu ke Jawa terus, kalau teman tanya tradisi Jawa pasti saya lebih menjelaskan karena saya tahu persis, kata teman kepadaku. Hal semacam inilah yang sungguh menghilangkan Ras Malanesia/ rambut kriting bahkan lenyapnya Tradisi. ADAT dan Budaya yang telah menjadi pondasi bagi manusia Papua, kini telah dijadikan bagaikan sampah yang dibuang begitu saja tanpa menyadari keuntungan dari barang bekas tersebut.
Maka disini muncullah pertanyaan, mengapa Ras Malanesia dan Adat, Budaya maupun Bahasa yang disebut bahasa Ibupun hampir hilang begitu saja tanpa dirasakan oleh orang Malanesia sendiri (kita)???? Untuk menjawab sebuah pertanyaan di atas penulispun bingung, mau menjawab dengan cara bagaimana??, dan menjawab dengan kata apa??, karena, apabilah penulis menjawab/atau berpesan kepada manusia Papua bahwa kita harus pegang ADAT dan BUDAYA, tentu pembaca dan semua orang akan menertawai saya karena pada saat ini bukan lagi zaman kuno, bukan lagi zaman tradisional yang musti kita taat/patuh kepada nilai-nilai positif yang ada pada ADAT dan BUDAYA tadi. Zaman sekarang adalah zaman modern, zaman dimana persaingan dalam segala bidang/aspek hingga sudah melupakan pondasi/landasi yang sudah menguatkan kita. Maka, untuk menjawab pertanyaan di atas ini penulis hanya mengajak kepada semua masyarakat/ Ras Malanesia bahwa akan pentingnya kita sadari dan menjaga Rasnya jangan sampai RAS Malanesia di atas Tanah Papua hilang dan dikuasai oleh orang asing dan juga jangan sampai Adat dan Budaya/Tradisi Luar masuk di Papua hingga menjadikan atau menerapkan sebagai budaya yang harus dipatuhi oleh orang Papua. Seakan-akan budaya asli Papua yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, kita sebagai manusia Papua yang disebut Ciptaan TUHAN yang mempunyai AKAL BUDY, kita harus sadar bahwa akan penting menjaga dan memegang ADAT, BUDAYA, BAHASA dan RAS, juga kita pun sadar bahwa apa dampak negatif-positif dari perkawinan campur??.
Kenyataan, banyak orang terpelajar yang selalu mengkritik masyarakat Papua yang ada di daerah terpencil/pelosok-pelosok secara menta-menta apabilah bila masyarakat tidak pakai PAKAIAN ADAT, dan tidak memegang Tradisi di daerahnya. Maka orang-orang pintar dari Papua dengan suara keras mengkritik secara lisan maupun secara tulisan kepada masyarakat yang ada di kampung tanpa melihat identitas atau latar belakang mereka sendiri, katanya: kamu harus pegang kita punya ADAT DAN BUDAYA seperti OWADA agar kehidupan kita kembali membaik seperti semula. Ketika mendengar kata/ kritikan itu kebanyakan masyarakat di kampung akan menertawakan mereka(orang pintar) yang mengkritik itu karena masyarakat sudah tahu bahwa yang mengkritik kami ini adalah pasti anak-anak kami yang terpelajar dan juga karena masyarakat tahu bahwa; ternyata yang mengkritik kepada masyarakat adalah ISTRINYA adalah orang JAWA bukan perempuan asli Papua, nah semacam ini juga membuat masyarakat kurang percaya kepada para pemimpin atau kepada pejabat Papua yang selalu berpidato tentang Ras Malanesia.
Realita-realita seperti ini membuat meredamnya RAS MALANESIA di Papua barat dan hancurnya Adat dan Budaya yang ada di Tanah Papua hingga semakin hari semakin lupa Adat, Budaya, Bahasa, maupun hilangnya Ras Malanesia di atas Tanah Papua yang Tuhan berikan kepada manusia Papua sendiri.
Oleh,
Donatus Mote
STPMD-APMD Jogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar