...Selamat Datang Kunjungi Media Website Deiyai News Papua ...
"Jujur Diatas Tanah Deiyai Papua" deiyai

TANAH ADAT DI KAB. DEIYAI BUKAN ADU POLITIK

Written By FORUM DEIYAINEWS on Jumat, 26 November 2010 | 21.33

DIBALIK PEMBUKTIAN MILIK TANAH ADAT DI KAB. DEIYAI BUKAN KESIMPANGAN ADU POLITIK ANTAR MARGA

Oleh ;

Agustinus Mote)*


Tanah adat Kabupaten Deiyai, tidak boleh di perjual belikan dan tidak boleh di perdagangkan di balik pertarungan politik adu-aduhan semasa antar marga)*


Pelepasan tanah adat untuk tempat menempati pembangunan Kabupaten Deiyai bukan kesimpangan siuran adu politik kepentingan belaka. Tetapi pelepasan tanah adat adalah untuk menempati pembangunan yang di butuhkan oleh masyarakat adat setempat. Bukan hanya sepele saja yang di perbesarkan poro kepribadian di balik tuntutan-tuntutan yang telah di berikan beberapa rekomendasi melalui demokrasi maupun tidaknya sebelum dan sesudahnya terjadi pemekaran Kab. Deiyai. Pelepasan tanah adat tersebut bukan pertarungan atasnamakan politik antar siapa-siapa, maka tanah adat tersebut perlu di lihat dan memanfaatkan dengan sebaik mungkin. Bagaimana cara menempatinya sesuai di berikan perjanjian bersama pemilik hak tanah adat dan di balik harapan-harapan masyarakat setempat tersebut.



Ketimbulan politik rekrut jabatan dengan atasnamakan pemilik tanah adat, tidak perlu terkaji kedalam. Karena tanah adat adalah tempat pengelokasian pembangunan di berikan oleh masyarakat adat setempat, maka politiknya terlepas dari tanah adat. Perlu harap di pahami kedalam tentang prosedur politik dan prosedur tanah adat kabupaten deiyai yang sedang bermasalah pro dan kontra pemilik tanah adat tersebut. Pro dan Kontra tanah adat kabupaten Deiyai yang sedang mencari pihak pemiliknya siapa, padahal masyarakat antar marga sudah di buktikan melalui buat adat (baa gapi) dua kali bahwa pemiliknya marga Mote Giyaikoto Mugouda, sudah telah terjadi pembuktiannya di mata umum. Buat adat (baa gapi) pembuktian pemilik tanah adat di Kab. Deiyai di buat oleh masyarakat yang ada setempat dengan bermarga Pakage, Mote Adagopa, Mote Umagopa, Mote Giyaikoto telah terbukti di saksikan oleh Polres, Danramil Kab. Paniai dan Kab. Deiyai serta Bupati Kab. Paniai dan Kab. Deiyai mekanismenya serta masyarakat umum. Dinyatakannya pemilik tanah adat adalah milik Mote Giyaikoto Mugouda keterbuktian dari buat adat (baa gapi) tersebut telah terjadi di mata mereka.


Di balik keterbuktiannya pemilik tanah adat, munculnya masalah diatas kejenuhan politik-politik semasa sampai tanah adat ini bermasalah fam/marga Mote giyaikoto mugouda dan Marga Mote bidau Adagopa Yabadimi, Marga Mote Adagopa Umagopa Wakeitei Dua dan satu. Di balik masalah tanah tersebut Marga Mote Umagopa dan Adagopa merampas tanah adat milik Marga Mote Giyaikoto; sebenarnya cerita sejarah sudah ada dan buat adat baagapi pun juga sudah terbukti pemiliknya. Tetapi dengan mengingat politik terjadinya Pemekaran Kab. Deiyai maka masalah tersebut berinjak membawa di pengadilan Kab. Paniai. Sampai sekarang masalah tanah masih dalam traumatis perang semarga, Mote bidau, adagopa, umagopa serang Mote giyaikoto saja di mugouda. Tetapi mote giyaikoti diam diri di tempat dan Mote lain masih ribut kiri kanan hanya merampas tanah adat yang telah di berikan pemerintah tersebut. Sebenarnya berdasarkan masalah apa yang di putuskan di balik tanpa syaratnya, Alam deiyai menjaga dan memantau siapa salah dan dosa atas milik tanah adat wakeitei itu!!!


Dengan mengingat ceritanya tanah adat seputar wakeitei satu dan dua setelah masuknya Misionaris masa belanda; tete nene moyang marga mote giyaikoto mugouda telah memberikan dan melepaskan seluas tanah adat di wakeitei. Pelepasan Tanah adat di wakeitei dua untuk menempati membangun gereja, dan rumah pastoral dan serta pelepasan Tanah adat di wakeitei satu untuk menempati membangun kantor-kantor pemerintah masa pemerintah belanda dan masa pemerintahan Indonesia sampai sekarang. Di sebagian atas dekat gunung miye sepanjang lembah melepaskan untuk menempati perkantoran Kabupaten Deiyai yang sedang rencana membangun kantor-kantor tersebut. Maka tanah adat yang telah di berikan pemerintah tidak boleh di adu dombakan dan tidak ada milik siapa-siapa. Tanah tersebut milik pemerintah untuk menempati perumahan perkantoran dan lain yang di butukannya. Pelepasan tanah adat tersebut pun juga dengan syarat adalah meberi jaminan di layak bagi masyarakat adat setempat yang di butukan seperti penerimaan pegawai negeri jatahnya tanah adat.


Ungkitnya masalah hak ulayat pemilik tanah adat tersebut hanya kesimpang siuran di balik politik belaka yang terjadi oleh oknum-oknum tertentu; di nyatakan penguasa daerah itu. Padahal tanah adat tersebut telah di bebaskan untuk membangun perkantoran yang di gunakan pemerintah Kab. Deiyai kini, dan selanjutnya secara umum. Pemilik tanah adat tersebut bukan milik siapa-siapa, telah di lepaskan bersama-sama secara resmi dengan pesta adat yang telah buat bersama masyarakat adat, dan pemerintah kab. Deiyai untuk menempati membangun perkantoran yang lebih layak bagi masyarakat umum di daerah tersebut.


Selama menjalan dua tahun karateker Kab. Deiyai dari berawal sampai sekarang; kemungkinan besar adanya kesimpangan masalah hak tanah adat, sampai pembangunan Kab. Deiyai memang ketertinggalan hanya cerita belaka bahwa daerah deiyai sudah ada kabupaten. Sebenarnya tanah adat berhektaran sudah di berikan kepada pemerintah untuk membangun perkantoran yang berguna semua lempengan masyarakat di deiyai. Ternyata sampai sekarang belum ada realita membangun kantor satu pun sampai gagal total. Di sebabkan saja karena adanya kesimpangan perampasan tanah adat tersebut.


Memangnya efek sebab musabab akar masalah tersebut adanya kesimpangan perampasan tanah adat antar marga, karena pejabat-pejabat yang ada di Kab. Deiyai hanya putra daerah sendiri, makanya sampai kemacetan gagal total pembangunan tersebut. Namun sangat krusial pembangunan kedepan, apa bila generasi membawa watak-watak yang ada seperti masa sekarang di Kab. Deiyai.


Apakah hal itu hanya dari inspiratif saja atau di balik perasaan saja membatasi antar jalan hidupnya marga lain, dari marga yang sedang memainkan peranan politik di kabupaten deiyai tersebut. Mungkin kepastiannya tinjauaan-tinjauan perampasan hak-hak tanah adat orang lain; sebenarnya sudah di serahkan secara resmi. Di balik itu ada apa; mungkin perang marga; mungkin perang keleuarga, atau mungkin menjaga persaingan politik kedepan perlu memahami kedalam, sebab generasi kedepan sangat di sayangkan.


Maka masalah perampasan tanah tersebut bukan masalah kesimpangan selanjutnya, masalah tersebut hanya sebatas atas kejenuhan jabatan politik yang di pengaruhi dalam penguasaan tidak begitu prosedural. Namun masalah tersebut perlu membenahai bersama secara spontan yang sudah terbukti dan sesuai persetujuan bersama dua tahun lalu. Supaya pembangunan selanjutnya akan berjalan dengan baik tanpa adanya hak-hak ulayat tanah adat.


Dalam hal itu juga pemerintah Lembaga Masyarakat Adat segera membuka tangan mengenai tanah adat yang sedang memainkan peranan hanya untuk merampaskan selanjutnya mempertaruhkan atasnama tanah menjalani politik semasa menjadi tuan rumah di daerah tersebut. Maka di harapkan pihak LMA turun tangan sesuai dengan prosedura yang ada pada lembaga itu sendiri, pemerntah dan masyarakat adat, tandas penulis. Oleh karena itu, masalah tanah adat dan masalah lain tidak perlu di tarung persiapan di mimbar politik kedepan. Perlu di jaga sesuai dengan tata kehidupan manusia setempat.


C a t a t a n :

Tanah deiyai bukan milik siapa-siapa; hanya milik Allah sendiri dengan perantaraan utusannya yang di tujukan makluk yang ada)*

0 komentar:

Posting Komentar

 
Terimakasih Atas Kunjungan Anda, Selamat Jalan deissss