Senin, 21 Maret 2011 18:18
DEIYAI – Masyarakat lima distrik di Kabupaten Deiyai pantas kecewa karena pemerintah daerah tidak mengakomodir putra daerah yang telah mengadu nasib pada seleksi CPNS tahun kedua yang diumumkan pekan kemarin di Wakeitei. Sementara formasi yang diterima justru kebanyakan berasal dari warga migran. Fakta tersebut makin menunjukan ketidakberpihakan birokrat pemerintah daerah yang nota bene asli Deiyai.
Demikian dikemukakan Ketua Umum Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Deiyai (FORKOPMADE) se-Jawa dan Bali, Elias Bidaugi Pigome menanggapi pengumuman seleksi CPNS formasi tahun 2010 di Kabupaten Deiyai, Sabtu (19/3).
Tidak hanya terjadi di Kabupaten Deiyai, kata dia, sebenarnya hampir sama di setiap kabupaten pemekaran maupun kabupaten lama di Tanah Papua. Dimana, masyarakat asli yang diterima pada formasi kali ini hanya sekitar 20% saja. Ini tentunya tidak memberi rasa puas bagi warga setempat. Karena itu, tak berlebihan jika ada pelampiasan kekecewaan mereka dengan melakukan tindakan anarkis, seperti yang terjadi di Moanemani dan Wakeitei, atau di Paniai ketika ada yang menangis tersedu-sedu dan mengutuk kebijakan tidak populis dari tahun ke tahun.
“Contohnya di Kabupaten Deiyai, yang diterima pada formasi tahun 2010 ini mayoritas warga pendatang. Sebenarnya Pemerintahan Kabupaten Deiyai hadir untuk siapa? Kalau untuk masyarakat setempat, mengapa yang diterima justru kebanyakan orang luar?,” tanya Elias.
Pejabat birokrat yang nota bene asli Deiyai, menurut Pigome, tidak dapat mengakomodir adik-adik mereka yang sudah bertahun-tahun menganggur dan ijazahnya sudah using nyaris dimakan rayap. “Saya menilai ini satu fenomena mengerikan, karena pejabat asli justru tidak memikirkan betapa pentingnya pemberdayaan masyarakat asli Deiyai dan Papua umumnya dalam merekrut pegawai,” tandasnya.
“Ada apa dengan pendatang sampai mereka selalu mendominasi setiap penerimaan CPNS? Apakah hanya mereka yang memiliki kelebihan sampai banyak diterima? Saya kira, kalau mau jujur, orang Papua lebih pintar. Tapi hanya karena selama ini tidak pernah prioritaskan untuk mengisi formasi yang ada,” ungkap Elias.
Ia melihat pada penerimaan CPNS formasi tahun kedua semenjak pemekaran dari Kabupaten Paniai, pejabat asli Deiyai sama sekali tidak memberi perhatian pada orang asli setempat. “Sebenarnya putra-putri Deiyai itu sudah sudah siap dengan berbekal ijazah SD hingga Perguruan Tinggi dari berbagai ilmu disiplin. Tapi semuanya tidak diberdayakan, lalu mereka ini akan kemanakan jika selalu tidak diperhatikan pada setiap kali ada seleksi CPNS?.”
Lanjut Elias, dikatakan pemberdayaan masyarakat asli di era Otonomi Khusus, berarti pemerintah tidak boleh memalingkan muka dari masyarakat setempat untuk layak direkrut sebagai pegawai. “Perlu dipahami bahwa Deiyai dimekarkan bukan untuk orang lain, melainkan orang-orang yang berdomisili di lima distrik. Para birokrasi selalu katakan bahwa pemekaran dilakukan untuk mengurangi kemiskinan dan penganguran setiap kabupaten, tetapi realitanya lain. Ini sangat mengecewakan apalagi ketika tidak terima sebagai CPNS, tidak memberikan peluang kerja dalam birokrasi, dan masyarakat Deiyai tidak diberdayakan diatas tanahnya sendiri,” tutur mahasiswa Teknik Pertambangan di Universitas Trisakti Jakarta ini.
Diharapkan, pada penerimaan CPNS di tahun mendatang harus prioritaskan putra daerah yang siap bekerja sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat lokal menuju sebuah perubahan daerah yang didambakan bersama. (you)
DEIYAI – Masyarakat lima distrik di Kabupaten Deiyai pantas kecewa karena pemerintah daerah tidak mengakomodir putra daerah yang telah mengadu nasib pada seleksi CPNS tahun kedua yang diumumkan pekan kemarin di Wakeitei. Sementara formasi yang diterima justru kebanyakan berasal dari warga migran. Fakta tersebut makin menunjukan ketidakberpihakan birokrat pemerintah daerah yang nota bene asli Deiyai.
Demikian dikemukakan Ketua Umum Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Deiyai (FORKOPMADE) se-Jawa dan Bali, Elias Bidaugi Pigome menanggapi pengumuman seleksi CPNS formasi tahun 2010 di Kabupaten Deiyai, Sabtu (19/3).
Tidak hanya terjadi di Kabupaten Deiyai, kata dia, sebenarnya hampir sama di setiap kabupaten pemekaran maupun kabupaten lama di Tanah Papua. Dimana, masyarakat asli yang diterima pada formasi kali ini hanya sekitar 20% saja. Ini tentunya tidak memberi rasa puas bagi warga setempat. Karena itu, tak berlebihan jika ada pelampiasan kekecewaan mereka dengan melakukan tindakan anarkis, seperti yang terjadi di Moanemani dan Wakeitei, atau di Paniai ketika ada yang menangis tersedu-sedu dan mengutuk kebijakan tidak populis dari tahun ke tahun.
“Contohnya di Kabupaten Deiyai, yang diterima pada formasi tahun 2010 ini mayoritas warga pendatang. Sebenarnya Pemerintahan Kabupaten Deiyai hadir untuk siapa? Kalau untuk masyarakat setempat, mengapa yang diterima justru kebanyakan orang luar?,” tanya Elias.
Pejabat birokrat yang nota bene asli Deiyai, menurut Pigome, tidak dapat mengakomodir adik-adik mereka yang sudah bertahun-tahun menganggur dan ijazahnya sudah using nyaris dimakan rayap. “Saya menilai ini satu fenomena mengerikan, karena pejabat asli justru tidak memikirkan betapa pentingnya pemberdayaan masyarakat asli Deiyai dan Papua umumnya dalam merekrut pegawai,” tandasnya.
“Ada apa dengan pendatang sampai mereka selalu mendominasi setiap penerimaan CPNS? Apakah hanya mereka yang memiliki kelebihan sampai banyak diterima? Saya kira, kalau mau jujur, orang Papua lebih pintar. Tapi hanya karena selama ini tidak pernah prioritaskan untuk mengisi formasi yang ada,” ungkap Elias.
Ia melihat pada penerimaan CPNS formasi tahun kedua semenjak pemekaran dari Kabupaten Paniai, pejabat asli Deiyai sama sekali tidak memberi perhatian pada orang asli setempat. “Sebenarnya putra-putri Deiyai itu sudah sudah siap dengan berbekal ijazah SD hingga Perguruan Tinggi dari berbagai ilmu disiplin. Tapi semuanya tidak diberdayakan, lalu mereka ini akan kemanakan jika selalu tidak diperhatikan pada setiap kali ada seleksi CPNS?.”
Lanjut Elias, dikatakan pemberdayaan masyarakat asli di era Otonomi Khusus, berarti pemerintah tidak boleh memalingkan muka dari masyarakat setempat untuk layak direkrut sebagai pegawai. “Perlu dipahami bahwa Deiyai dimekarkan bukan untuk orang lain, melainkan orang-orang yang berdomisili di lima distrik. Para birokrasi selalu katakan bahwa pemekaran dilakukan untuk mengurangi kemiskinan dan penganguran setiap kabupaten, tetapi realitanya lain. Ini sangat mengecewakan apalagi ketika tidak terima sebagai CPNS, tidak memberikan peluang kerja dalam birokrasi, dan masyarakat Deiyai tidak diberdayakan diatas tanahnya sendiri,” tutur mahasiswa Teknik Pertambangan di Universitas Trisakti Jakarta ini.
Diharapkan, pada penerimaan CPNS di tahun mendatang harus prioritaskan putra daerah yang siap bekerja sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat lokal menuju sebuah perubahan daerah yang didambakan bersama. (you)
0 komentar:
Posting Komentar