
Pendidikan nilai-nilai budaya sebuah suku penting diajarkan kepada anak-anak. Baik di rumah oleh orang tua maupun di sekolah, kepada generasi muda perlu diberikan pemahaman pentingnya nilai-nilai warisan leluhur.
“Ketika dampak modernisasi semakin menguat, anak-anak akan kehilangan arah hidup dan jati dirinya karena tidak mempunyai pegangan budaya luhur suku bangsa,” kata pengamat sosial di Tanah Papua, Pater Michael Tekege, Pr dalam perbincangan dengan JUBI di Epouto, Selasa (26/1).
Menurutnya, semua pihak mesti menaruh kepedulian yang tinggi untuk melestarikan nilai-nilai adat dan budaya yang positif. Kepada anak-anak perlu diajarkan juga, agar kelak setelah menanjak dewasa, tidak bimbang ketika berhadapan dengan pengaruh luar.
“Gereja Katolik dalam hal ini Keuskupan Timika khususnya Dekenat Paniai sedang memprioritaskan satu gerakan moral menghidupkan budaya Owaadaa dan Emaawaa. Budaya suku Mee itu relevan dengan ajaran Allah, sehingga penting dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari setiap keluarga,” tutur alumnus Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga itu.
Pater Michael menambahkan, selain dalam lingkup keluarga dan komunitas basis (Kombas), pendidikan adat dan budaya perlu diterapkan dalam lembaga pendidikan formal. Katakan dimulai dari tingkat SD, murid-murid sudah bias mengenal adat dan budaya suku.
“Di Dekenat Paniai, SD-SD Katolik sudah mencoba menerapkan pendidikan nilai-nilai adat dan budaya dalam muatan lokal. Hal itu dilakukan sesuai keputusan bersama umat 6 paroki saat Musyawarah Pastoral (Muspas) I Dekenat Paniai tahun 2005 silam di Enarotali,” ungkapnya.
Buku Mulok tentang pendidikan nilai-nilai adat dan budaya Suku Mee dalam waktu dekat akan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta. Selanjutnya dibagikan ke setiap SD untuk diajarkan kepada murid-murid di sekolah dibawah paying Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Tillemans Keuskupan Timika. Decky Dogopia)*
“Ketika dampak modernisasi semakin menguat, anak-anak akan kehilangan arah hidup dan jati dirinya karena tidak mempunyai pegangan budaya luhur suku bangsa,” kata pengamat sosial di Tanah Papua, Pater Michael Tekege, Pr dalam perbincangan dengan JUBI di Epouto, Selasa (26/1).
Menurutnya, semua pihak mesti menaruh kepedulian yang tinggi untuk melestarikan nilai-nilai adat dan budaya yang positif. Kepada anak-anak perlu diajarkan juga, agar kelak setelah menanjak dewasa, tidak bimbang ketika berhadapan dengan pengaruh luar.
“Gereja Katolik dalam hal ini Keuskupan Timika khususnya Dekenat Paniai sedang memprioritaskan satu gerakan moral menghidupkan budaya Owaadaa dan Emaawaa. Budaya suku Mee itu relevan dengan ajaran Allah, sehingga penting dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari setiap keluarga,” tutur alumnus Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga itu.
Pater Michael menambahkan, selain dalam lingkup keluarga dan komunitas basis (Kombas), pendidikan adat dan budaya perlu diterapkan dalam lembaga pendidikan formal. Katakan dimulai dari tingkat SD, murid-murid sudah bias mengenal adat dan budaya suku.
“Di Dekenat Paniai, SD-SD Katolik sudah mencoba menerapkan pendidikan nilai-nilai adat dan budaya dalam muatan lokal. Hal itu dilakukan sesuai keputusan bersama umat 6 paroki saat Musyawarah Pastoral (Muspas) I Dekenat Paniai tahun 2005 silam di Enarotali,” ungkapnya.
Buku Mulok tentang pendidikan nilai-nilai adat dan budaya Suku Mee dalam waktu dekat akan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta. Selanjutnya dibagikan ke setiap SD untuk diajarkan kepada murid-murid di sekolah dibawah paying Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Tillemans Keuskupan Timika. Decky Dogopia)*
0 komentar:
Posting Komentar